Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan lembaga antirasuah bukan kejadian luar biasa.
Menurut Alex, mereka yang kedapatan tengah melakukan tindak pidana korupsi dalam OTT KPK hanyalah mereka yang sedang sial.
"Saya kok masih merasa, orang yang kemudian tertangkap tangan atau berperkara terkena perkara korupsi itu apes. Bukan kejadian yang luar biasa," ujar Alex dalam keterangannya, Rabu (14/12/2022).
Advertisement
Baca Juga
Alex menyebut banyak pihak yang melakukan tindak pidana korupsi dan tak tertangkap tangan oleh KPK lantaran menjalankan perbuatannya dengan rapi. Alex menilai korupsi masih merajalela di Indonesia.
"Sebetulnya yang lain kelakuannya sama, hanya mereka lebih rapi dalam menyembunyikan, dalam melakukan tindakan dan menyembunyikan kekayaannya, lebih rapi," kata Alex.
Alex menyebut risiko koruptor tertangkap tangan itu sangat rendah. Menurut Alex, hal tersebut yang menyebabkan para penyelenggara negara atau pejabat masih melalukan praktik-praktik korupsi.
"Saya melihat risiko, diketahui atau risiko tertangkap koruptor itu rendah. Ini yang menyebabkan para penyelenggara negara, pejabat itu masih juga merasa nyaman untuk melakukan tindakan koruptif seperti itu," ungkap Alex.
Lebih lanjut Alex menilai, upaya pemberantasan tindak pidana korupsi belum menghasilkan dampak yang signifikan. Hal itu terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang stagnan dalam lima tahun terakhir
"Belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Indeks persepsi Indonesia, selama 5 tahun terakhir berkutat di angka 37 atau 38, pernah di angka 40, turun lagi 38," kata Alex.
"Kalo kita jadikan tolok ukur pemberantasan korupsi. Artinya apa? Memang belum menunjukan hasil yang cukup menggembirakan," Alex menambahkan.
Â
Pemahaman Masyarakat soal Korupsi Tidak Sejalan dengan Perilaku
Sebelumnya, Alexander Mmenyebut masyarakat Indonesia sudah paham arti tindak pidana korupsi. Namun menurut Alex, pemahaman mereka tak sejalan dengan perilaku.
"Masyarakat kita memang semakin paham soal korupsi. Tapi ketika kita ukur perilaku mereka itu enggak sejalan dengan pemahaman," ujar Alex dalam keterangannya, Rabu (14/12/2022).
Alex menyebut, masyarakat memahami bahwa memberi uang kepada pejabat atau penyelenggara negara dengan maksud tertertu masuk dalam tindak pidana suap dan gratifikasi.
Menurut Alex, meski mereka tahu tindak pidana suap dan gratifikasi membuat mereka di penjara, namun mereka tetap melakukannya lantaran suap menyuap sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan di Indonesia.
"Jadi orang masih memberikan sesuatu ke penyelenggara negara, itu masih dianggap sesuatu yang lumrah. Orang ketika mengurus perizinan, dia memberikan sesuatu. Itu juga bukan suatu hal yang buat mereka menjadi merasa bersalah, wajar saja. Bisnis seperti itu, enggak ada perizinan yang gratis," kata Alex.
Â
Advertisement
Pejabat Sengaja Meminta Uang kepada Masyarakat
Bahkan, menurut Alex, pejabat dan penyelenggara negara lah yang dengan sengaja meminta uang kepada masyarakat jika mau keinginannya cepat dipenuhi. Masyarakat pun tak segan memberi uang selama akan mendapatkan keuntungan di kemudian hari.
Menurut Alex, perilaku seperti ini yang harus dihilangkan dari dalam diri masyarakat agar Indonesia terbebas dari praktif koruptif.
"Mereka sampaikan itu, pengusaha-pengusaha, enggak ada perizinan yang gratis. Kalau secara ekonomi kami masih untung, ya enggak ada masalah. Banyak hal bapak ibu sekalian harus kita perbaiki untuk pencegahan korupsi," kata Alex.